Saya sadar aktifitas blogging jadi sangat berkurang, semenjak ada beberapa tanggung jawab pekerjaan yang sekarang jadi prioritas. Kendala selalu ada, masalah pasti muncul, tapi itu semua yang sebenarnya membuat setiap pekerjaan jadi memiliki daya tarik. Apalagi ada iming-iming kenaikan tunjangan dan sebagainya,, wuiih.. :D

Nah ceritanya, kantor dipisah jadi dua (kantor operasional, satunya lagi administrasi) jadi otomatis ada pembagian tugas dan ruangan. Isu penting yang muncul kemudian adalah cara mengontrol aktifitas di kantor yang baru, selain kontrol di atas kertas juga harus ada kontrol di layar monitor. Saya pun akhirnya memilih solusi mudah dan gampang untuk realtime monitoring (dari kantor administrasi ke kantor operasional), yaitu dengan memanfaatkan wireless IP camera, dibandingkan harus menambah perangkat CCTV yang harganya lebih mahal. Yah, setidaknya untuk saat ini, saya berpikir wireless IP camera adalah pilihan yang tepat.

Disini saya ingin sharing tips dan trik sederhana, yang mungkin dapat dengan mudah didapat di internet, namun di artikel ini saya percaya memiliki sesuatu yang beda. :)

Yak, dibawah ini adalah hardware yang saya gunakan,

  1. Wireless IP Camera (TP-Link TL-SC3130G), kisaran harga 600rb-an.
  2. Wireless Router (TP-Link TL-WR941N), kisaran harga 300rb-an.
  3. Laptop/PC (untuk keperluan penyetelan)


Jangan lupa mengunduh dan install juga aplikasi/plugin berikut,

  1. VLC Media Player (dibutuhkan saat streaming MP4 via browser)
  2. Intelligent IP Installer (tersedia dalam CD setup)
  3. IP Surveillance Software (tersedia dalam CD setup, dibutuhkan untuk streaming dan recording via laptop/PC)


Menyetel Wireles Router

Sebelum mulai, dibawah ini adalah setting yang saya gunakan pada wireless router untuk keperluan pembuatan artikel ini.
IP Address: 10.10.1.5
Subnet Mask: 255.0.0.0
DHCP Setting: ON

Dalam artikel ini saya menggunakan live router, jadi ada beberapa bagian pada gambar-gambar dibawah yang sengaja dihitamkan. Anda pasti mengerti. ;)

Menyetel IP Camera

Untuk keperluan penyetelan setelah kamera selesai dirakit (lihat quick installation guide), sambungkan kamera ke laptop/PC menggunakan kabel LAN yang disertakan dalam dus.
Sedikit catatan bahwa IP camera tipe ini, TL-SC3130G, memungkinkan kita bisa me-remote-nya dengan menggunakan smartphone/tablet, sehingga memiliki penyetelan "Mobile view".

Oke lanjut, sekarang jalankan aplikasi Intelligent IP Installer, jika belum di-install silahkan install dulu.
Secara otomatis aplikasi ini mencari semua perangkat wireless yang bisa dideteksi. Pada langkah ini, kita bisa mengetahui alamat bawaan wireless IP camera yang hendak dipasang.
Jujur sebelumnya saya tidak pernah menggunakan aplikasi ini, hanya saja pada instalasi wireless IP camera terakhir kali sebelum artikel ini di-publish, TP-Link mengganti nomor IP standar wireless camera mereka (sebelumnya 192.168.1.10), menjadi seperti yang terlihat pada tampilan gambar dibawah ini (berubah menjadi 192.168.1.80).


Perlu diketahui bagi yang awam, bahwa biasanya alamat IP bawaan dari semua perangkat networking (entah itu modem, access point/router, bahkan wireless IP camera) memiliki segmen "192.168.xxx.xxx" dimana kode "xxx' adalah kombinasi digit yang dimulai dari angka 0 hingga 255. Oleh sebab itu, hal penting pertama yang dilakukan adalah memastikan nomor IP dari laptop/PC yang digunakan untuk penyetelan perangkat (dalam artikel ini adalah wireless IP camera), harus berada dalam satu segmen yang sama.
Buka Network Connections di Control Panel (Windows XP) dan lakukan konfigurasi seperti gambar dibawah ini. Tekan OK untuk menyimpan settingan.
Oh ya, nanti jendela Network Connections jangan langsung ditutup, cukup Minimize-kan saja.


Kemudian buka alamat IP kamera di browser, ketik 192.168.1.80, lalu masukkan username (admin) dan password (admin) ketika diminta. Anda akan langsung dibawa ke halaman awal local management dari IP camera.
Nah, sampai disini streaming dari IP camera akan langsung terlihat pada layar browser, namun jangan langsung puas dulu. Lanjutkan ke langkah berikutnya.


Hal penting kedua yang mesti dilakukan adalah mengaktifkan fitur Wireless pada IP camera. Pilih menu Setting > Basic > Network > Wireless, pilih ON pada opsi Wireless. Setelah itu pada area "Status of wireless networks" akan muncul daftar router yang terdekat, pilih router WiFi dengan ESSID yang diinginkan untuk tersambung dengan IP camera.
Perhatikan ketika router dipilih, menu Authentication langsung memunculkan settingan security dari router yang bersangkutan. Nah, Anda diminta untuk memasukkan security Passphrase dari router tersebut.

Masih di halaman yang sama, pada "Use the following IP address" masukkan alamat IP baru untuk IP camera, dengan ketentuan harus satu segmen dengan router WiFi yang dipilih. Isi dengan settingan dibawah ini,
IP address = 10.10.1.11
Subnet mask = 255.0.0.0
Default gateway = 10.100.1.5 (nomor IP router WiFi)
Primary DNS server = 0.0.0.0
Secondary DNS server = 0.0.0.0

Tekan tombol OK untuk menyimpan semua settingan diatas.

Buka kembali (maximize) jendela Network Connection, kali ini ubah nomor IP laptop/PC untuk Wireless Network Connection, menjadi satu segmen yang sama dengan router. Masukkan settingan seperti gambar dibawah ini. Klik tombol OK untuk menyimpan.


Sekarang, pada browser ketik alamat 10.10.1.11, di tahap ini IP camera sudah bisa diakses secara wireless, dan kabel LAN sudah bisa dilepas dari laptop/PC.
Masukkan username dan password ketika diminta. Klik Log In untuk masuk.

Setelah berhasil masuk ke menu management dengan menggunakan alamat IP yang baru, sekarang tiba pada hal penting ketiga yang harus dilakukan. Mengganti user id dan pass bawaan, untuk menjamin keamanan akses IP camera, termasuk melindungi jaringan WiFi secara keseluruhan. Pilih menu Setting > Basic > Security > Account dan langsung masukkan user id dan pass yang baru, baik untuk role Administrator maupun User. Jangan lupa memilih jenis "Viewer Mode" untuk role User, dari pilihan Admin/Operator/Viewer. Pada gambar dibawah saya memilih Viewer.
Pilihan "Viewer authentication" berada pada posisi ON, dan tekan tombol OK untuk menyimpan perubahan tadi. Jika diminta, masukkan user id dan pass yang baru pada kotak dialog yang muncul.

Buka menu Setting > Basic > Camera > MPEG4 > Computer view, aktifkan pilihan Viewer Authentication ke mode ON. Tekan OK untuk melanjutkan.

Lanjutkan ke menu Setting > Basic > Camera > MPEG4 > Mobile view, lakukan hal yang sama dengan diatas, aktifkan pilihan Viewer Authentication ke mode ON. Tekan OK untuk melanjutkan.

Langkah terakhir untuk penyetelan wireless IP camera adalah dengan melakukan Reboot, untuk memastikan semua setelan yang dilakukan diatas berjalan dengan sempurna.


Realtime viewing dari Laptop/PC

Koneksi terlebih dulu ke WLAN dengan SSID yang diinginkan.
Buka browser dan ketikkan alamat IP dari wireless camera (10.10.1.11), kemudian login. Berikut ini adalah tampilan live camera saya.

Selesai. Mudah kan?!
Have fun guys. ;)



PS:
Artikel selanjutnya akan saya sharing tentang bagaimana cara merekam semua aktifitas yang ditampiilkan oleh IP camera ini, sehingga menjadi mirip fungsinya sebagai sebuah CCTV. Stay tune. ;)

Kira-kira bulan lalu saat motor dipanaskan, saya mendengar ada suara tidak biasanya di bagian mesin Honda Vario 125, seperti ada bagian yang terlepas. Akan lebih jelas jika didengar dari bagian sebelah kanan motor, bunyinya seperti "klotok, klotok, klotok" berulang-ulang. Dulu tidak terlalu kedengaran, sekarang sudah nyaring dan tidak nyaman didengar.
Waktu itu, saya mengganti oli standar AHM dengan oli Pertamina Enduro Matic, dengan harapan bunyi mengganggu itu adalah gara2 oli dan akan hilang. Nah, hasilnya suara mesin jadi makin garang, meraung-raung ketika posisi gas tinggi, dan tarikan motor jadi lebih kencang, namun bunyi "klotok-klotok" tetap ada.

Akhirnya, saya putuskan untuk service ke bengkel AHASS di kawasan Kanaka Manado. Bagi bikers yang berdomisili di Manado dan sekitarnya, kawasan Kanaka adalah surganya para bikers. Toko-toko yang menjual spare-part mobil dan motor, dari asesoris hingga mesin, ada disepanjang jalan yang punya nama resmi Jalan Walanda Maramis ini. Bahkan menjelang malam, jalan lurus ini sering dijadikan tempat tes motor (drag-race) para bikers, yang motornya baru saja diperbaiki pada siang atau sore harinya.

Nah, setibanya di bengkel AHASS, kunci motor langsung diserahkan ke petugas di meja depan dan saya diberitahukan berada di urutan nomor 5 antrian. Masih ada lima motor lagi yang harus diperbaiki sebelum giliran Vario 125 saya tiba. Setelah kurang lebih sejam menunggu, nama saya pun dipanggil menghadap ke kepala mekanik dan langsung ditanyakan keluhannya. Tanpa banyak basa-basi saya pun langsung bilang (1) gas ngempos; (2) ada suara "klotok, klotok" di bagian mesin. Selesai. (kek laporan pemimpin upacara yak.. LOL)

Saya pun langsung diantar ke bagian servis dan seorang mekanik terlihat sudah mulai melepas seat plus bagasi dan bagian underseat motor (gambar dibawah ini).


Oh ya, ini kali pertama saya melihat mesin PGM-FI dari Vario 125, dan komentar pertama yang muncul dipikiran ini adalah, ternyata sangat berdebu. Memang bagian ini selalu luput saat motor dicuci. Banyak saran dari rekan2 bikers yang bilang bahwa bagian kolong bisa kena air, tapi jangan sampai ke arah mesin. Kecipratan boleh, asal jangan basah karena akan berdampak pada gangguan kelistrikan yang tentunya akan membuat settingan pada motor bisa berubah. Pendapat saya waktu itu, teknologi PGM-FI ini memang canggih, tapi kok jadi sedikit merepotkan yah.
Sewaktu bincang-bincang sedikit dengan mekanik AHASS, mereka pun menyarankan hal yang sama, untuk membersihkan area di seputara bagian mesin, bisa di-lap saja dengan lap kering, atau cukup menggunakan kemoceng. (jiaah..)


Sesudah melepas underseat, hal yang mereka lakukan kemudian adalah mengecek kelistrikan motor, cover tameng depan motor pun dibuka, dan ada beberapa kabel colokan yang terlihat diperiksa oleh mekanik. Hasilnya, tidak ada masalah pada kelistrikan. Syukurlah, karena info dari mekanik AHASS jika kelistrikan bermasalah, maka harus di-reset, dan biayanya lumayan mahal.


Selesai disitu, selanjutnya keluhan saya tentang gas yang ngempos mulai diteliti. Gas ngempos yang saya alami ciri-cirinya adalah sewaktu tuas gas diputar untuk waktu sekitar beberapa detik motor tidak punya tenaga, alias kosong, dan selanjutnya tenaga langsung full dengan tiba-tiba, rasanya persis seperti dijambak. Dan ini terjadi setiap kali saya menstarter motor ketika mesin dalam kondisi dingin, sedangkan jika sudah panas masalah gas ngempos jadi hilang. Dulu masalah ini tidak pernah muncul, cukup 5 menit saja setelah dipanaskan, motor bisa langsung dipakai tanpa ada efek gas ngempos itu. Sekarang butuh waktu sampai 15 menit, barulah efek gas ngempos itu hilang.  

Dari hasil tanya sana sini, belum banyak mekanik yang tahu persis solusi tentang masalah gas ngempos pada Vario 125 ini. Sedangkan, dari internet banyak yang bilang solusinya cukup dengan men-setting klep-in dan klep-out motor pada rpm tertentu. Saya coba sharing solusi ini dengan mekanik AHASS, mereka paham dan terlihat langsung memutar-mutar beberapa baut, melepas busi dan membersihkannya, dan lain sebagainya. Saya berharap masukan saya tersebut mereka aplikasikan pada servis kali ini, karena butuh waktu bagi saya untuk merasakan perbedaannya. 


Oke, masalah gas ngempos sudah, selanjutnya adalah suara "klotok, klotok" di bagian mesin. Beberapa orang mekanik AHASS lainnya ikut mendengarkan, dan mereka confirm akan suara tersebut. Terlihat mereka mengecek beberapa bagian mesin, dan hasil check-up mereka sedikit mengecewakan. Mereka bilang suara itu normal, alias biasa saja. Mereka menambahkan suara Vario 125 saya ini tergolong senyap, jika dibandingkan dengan Vario 125 lainnya yang mereka servis dua hari sebelumnya. Tidak puas, saya pun langsung bilang ke mekanik bahwa pertama kali motor ini saya pakai, tidak pernah muncul bunyi itu, dan mulai terdengar beberapa minggu setelah pulang dari perjalanan jauh Manado-Bolmong. Bukannya bertanya lebih jauh soal masalah suara tadi, para mekanik AHASS justru jadi ingin tahu performa Honda Vario 125 sesuai pengalaman saya itu. Mereka terkesan sewaktu tahu top-speed Vario 125 menyentuh 120 kpj, dengan konsumsi bbm yang sangat irit.

Akhirnya setelah sedikit tukar pendapat dengan para mekanik AHASS itu, saya pulang dengan hati sedikit dongkol, tidak puas karena "misi" tidak sepenuhnya tercapai, suara yang mengganggu itu masih ada apalagi ketika motor berhenti di lampu merah. Kesimpulannya, saya masih penasaran, tapi ada hal yang membuat senang. Ada ilmu dan tips yang saya dapat dari mekanik AHASS seputar Vario 125 diluar pengetahuan yang sudah saya dapat, memang tidak banyak namun lebih nyaman dan yakin jika mendengarnya langsung dari mekanik yang di-training oleh pembuat motor, khusus untuk menangani Vario 125 ini. Betul kan?! ;)
Touring Honda Vario Techno 125 PGM-FI Jawa-Bali.
Foto: dapurpacu.com
Kegiatan touring (perjalanan jauh dengan motor ala bikers) ternyata banyak manfaat positifnya. Selain makin "menyatu" dengan motor, etika diatas kendaraan pun akan sangat mudah dikuasai atau bahasa kerennya learning-by-doing. Saya makin paham, etika berkendara itu dimulai dari mengetahui bahwa seorang pengendara motor (bikers) di jalan itu, sebenarnya menjadi target. Pertama, target kena sumpah-serapah/maki pengendara lain kalau ugal-ugalan kek jalan raya itu warisan orangtuanya. Andai ketemu bikers yang beginian di jalanan harap maklum, ntar aspal jalan bakalan dia "peluk dan cium" juga kok, bro. XD

Kemudian, jadi target diserempet kendaraan lain. Syukur2 cuma diserempet ato "nempel" di motor lain, tapi kalo "nempel" apalagi "diinjak" sama truk kontainer?! Berbahaya kan, bro!! Makanya saat membawa motor di jalan raya, usahakan agar supaya selalu dapat terlihat oleh pengguna jalan/pengendara lainnya, baik searah maupun dari arah berlawanan. Jika ingin melakukan overtake (melambung), biasakan untuk memposisikan diri agar terlihat pada kaca spion kanan kendaraan didepan terlebih dulu (terutama mobil), nyalakan lampu sen kanan, bunyikan klakson 2 kali untuk meminta perhatian pengendara yang didepan, baru overtake, jangan justru dibalik, oke!? Akibat dari overtake dulu baru klakson, biasanya buruk, bro. Entah anda pindah ke arus berlawanan atau mengakibatkan kecelakaan dibelakang. Coba bayangkan apa yg terjadi andaikan yang di-overtake kaget, refleks tiba-tiba banting stir ke kiri trus injak rem, dan ternyata ada pengguna jalan lainnya dipinggir atau dibelakang dia, yang belum tentu bisa refleks menghindar!? Kecelakaan bakal terjadi hanya karena ingin menghindari anda yang lalai menghargai orang lain, kesampingkan dulu alasan soal niat kenapa ingin overtake.

Nah, makin bahaya lagi kalau jadi target "pengguna" jalan lainnya. (Woi, apa maksudnya nih kata pengguna pake tanda kutip?) Bro, seringkali ada binatang peliharaan yang tanpa liat kanan-kiri langsung nyebrang, anjing-kucing-kambing-deelel, entah apa maksud dan tujuan mereka. Ada juga binatang yang suka tiduran di tengah jalan, terlebih khusus sapi, karena pada waktu malam akan sangat sulit terlihat. Lagi santai bawa motor, eh tiba-tiba binatang yang otaknya kecil itu "nantang" berdiri ditengah jalan.
Bro, sebuah sepeda motor memiliki berat rata-rata 110 kg, sedangkan berat seekor sapi punya bobot rata-rata hampir 1000 kg, dan dia terkenal pantang "mundur" ditengah jalan, tetap diam apapun yang menghantam. :D
Jadi, sangat perlu untuk memperhatikan dengan cermat kondisi permukaan jalan, apalagi saat perjalanan jauh dan melewati perkampungan.

Okeh, intinya menjadi seorang bikers itu harus percaya diri (Pe-de) saat di jalan raya. Pe-de karena menguasai kendaraannya, pe-de karena selalu waspada, pe-de karena menaati semua rambu lalu lintas, dan paling utama pe-de karena menghargai sesama pengguna jalan lainnya, terutama pejalan kaki, bro. Wuiiss. :P

(Eh, kok jadi pake gaya bra-bro-bra-bro sih.. hahaha.)

Eniwei, menginjak bulan ke-6 semenjak beli, setelah sekian kali perjalanan jauh keluar kota, sekarang Honda Vario Techno 125 PGM-FI (Vartech 125) saya baru akan memasuki 4000 km. (Weks "jauh" bener bro, baru 4000 km?! Hahaha.) Rileks bro, maklum orang kantoran jadi motor banyakan parkir di garasi. Motif di ban depan dan belakang juga masih cakep tuh. LOL.

Oh ya bicara soal ban, ban standar Vartech 125 yang punya kode FT sudah saya ganti tepat sesudah pengalaman touring pertama ke Bolmong bulan Oktober 2012 lalu. Saya memilih ban merk FDR (Federal Tire) tipe Sport XR Evo, dengan ratio ban depan 90/80, sedangkan ban belakang 110/80. Bandingkan dengan bawaan standar, ban depan 80/90 sedangkan belakang 90/90, ratio ban belakang naik 1 tingkat, dan bisa dipastikan kaki MAKIN jinjit di lampu merah. LOL.

FDR Sport XR Evo
Nah, ada yang bilang kalau saya salah pilih ban, kalau aspal kering memang XR Evo tidak diragukan waktu diajak rebahan pun bisa, dan sudah saya buktikan. Tetapi lain ceritanya saat trek basah, karena ban tipe ini licin. Hmm.. saya memang super-newbie di dunia bikers, tapi bukannya semua ban kalau basah pasti licin?! Cmiiw.
Lagipula, saya gak niat nekat bawa motor kecepatan diatas 60 km/jam, didalam kota, dengan kondisi aspal basah. Jujur, sempat down dengar komentar kawan2 bikers soal itu, tapi syukur jadi terhibur karena ada beberapa rekan bikers senior yang bilang menurut pengalaman mereka yang sudah lama menggunakan Sport XR Evo ternyata aman-aman saja, dan saya perlu menghiraukan faktor kelas/kasta motor yang sangat menentukan. Testimoni mereka adalah, dengan harga yang terjangkau Sport XR Evo sangat cocok untuk motor matic karena kelasnya untuk penggunaan dalam kota dengan kondisi jalan beraspal yang terawat, dan tidak bisa dibandingkan dengan kondisi spek motor lain yang dirancang untuk kerja berat seperti touring dengan rute antar propinsi, apalagi untuk segala medan (apalagi offroad). Terakhir ada tulisan di salah satu blog bikers juga yang turut menyumbangkan suara penghiburan, ini judul artikelnya FDR XR Sport EVO : Perkasa di Aspal, Tak Berdaya di Medan Offroad. Thanks guys. ;)

Kisaran harga eceran FDR Sport XR Evo

Oke lanjut, sebenarnya ada keinginan untuk menggunakan ratio yang lebih besar lagi untuk ban belakang dengan alasan lebih safety selain mengganti velg dengan tapak lebar, contohnya ratio ban 120/70, namun ter-pending karena ada masukan kalau ban makin keatas rationya otomatis permukaan yang melekat ke aspal jadi lebih luas, tenaga mesin yang diperlukan untuk mendorong motor semakin besar, imbasnya akan mempengaruhi top speed/laju motor itu sendiri.
Saya sendiri prefer performa yang balance dari motor, tarikan oke, laju mantap yang penting gak malu-maluin, dan harus irit. Titik.

Dan pada beberapa bulan kedepan, sudah ada rencana untuk mengganti shockbreaker depan dan belakang sekaligus, busi dan coil untuk meng-improve pengapian, dan mungkin roller CVT diganti dengan yang lebih ringan biar makin mantap di putaran bawah, termasuk akan mencoba pake ban BT39,, ya, Bridgestone Battlax BT39... Hell, yeaaah!!! *rock-n-roll*


PS:
Okey setelah membaca ini, dan ada yang berpikir sekarang saya sudah pindah hobi dari seorang overclocker menjadi seorang bikers,,, anda bukanlah yang pertama. LOL. See ya.. ;)
author
Erol Joudy
Freelance graphic designer, db-admin, WordPress addicted, Bayern München fans, Blogger.